Tuesday, November 25, 2008

Aceh



Waah akhirnya pernah juga menginjakkan kaki di Aceh, tepatnya di Banda Aceh. Gak nyangka dulu yang hanya sekedar angan-angan “apa iya aku bisa ke Aceh?” ternyata akhirnya... Sementara teman-teman lain ada yang sudah berkali-kali ke Aceh sejak dilanda tsunami beberapa tahun silam.


Memang ke Aceh bukan untuk jalan-jalan, tapi untuk memberi training tenaga kerja sosial yang bekerja di kecamatan-kecamatan yang tersebar di Aceh. Sungguh pengalaman yang luar biasa buat diriku yang masih bisa dibilang pemula dalam hal training.
Berangkat hari Minggu, lalu pulang hari Kamis. Terbayang kan betapa waktunya sangat sempit jika ingin berjalan-jalan di sana. Paling hanya bisa mencuri waktu di saat break. Itu juga jadi seperti wisata kuliner dan mampir sebentar ke beberapa toko suvenir.
Buat diriku yang sejak kecil memang sering berpindah-pindah ke beberapa kota di Indonesia (Medan, Balikpapan, Pekanbaru, dll.), rasanya tidak asing berada di sana. Bila jalan naik mobil hanya butuh beberapa menit ke suatu tempat. Yang berbeda dari kota lain yang pernah kukunjungi adalah di sana tidak ada mal, bila mau ya jalan ke pantai (yang ini sayangnya sungguh tidak sempat, padahal hati ini ingin sekali..).
Yang cukup unik di sana banyak warung kopi. Jadi, kalau ada break di sela-sela training pada umumnya para peserta tidak jauh-jauh dari warung kopi. Nah, kalau yang ini aku sempat merasakan. Namanya Sanger, entah apa artinya, tapi yang pasti seperti kopi susu rasanya. Sambil minum kopi dan ngobrol dengan teman-teman baru, aku coba juga roti bakarnya. Memang tidak ada yang berbeda dengan roti bakar di Jakarta. Yang berbeda adalah suasananya. Duduk di pinggir jalan dan dengan lampu yang tidak cukup menerangi semua tempat. Rasanya ini suatu hal yang tidak bisa kita rasakan di Jakarta. Terlebih lagi, kita tidak perlu terburu-buru untuk segera memulai sesi training berikutnya, karena jarak tempuhnya hanya sekedar 10-15 menit (yang menurut ukuran kota kecil sebenarnya cukup jauh juga).
Pulang dari Aceh, aku sempat membeli beberapa dompet khas sulaman Aceh. Cukup unik, berwarna, dan tersulam dengan rapi. Lalu, sempat juga membeli kopi Aceh (yang sampai sekarang aku sendiri belum mencobanya). Beberapa teman bahkan menyempatkan diri membeli “ayam tangkap” yang langsung bisa dimakan, padahal waktu untuk naik pesawat sudah sangat sempit. Bayangkan begitu sampai di tempat check-in, tulisan di meja langsung diganti dengan “closed” (hehe).
Perjalanan pulang dari Aceh ke Jakarta cukup lama, yaitu empat jam (transit dulu di Medan selama 30 menit). Agak melelahkan memang, terlebih lagi dalam perjalanan di pesawat cuaca tidak cukup baik. Agak cemas juga mengingat masih ada sisa trauma dalam perjalanan Surabaya ke Jakarta beberapa waktu lalu. Yah, begitulah sekilas cerita dari Aceh. Hmm, setelah ini kemana lagi yaa?..


1 comment:

admin said...

wah, baru dari aceh ya..
aku aja yg di medan blm pernah ke aceh..hehe
pengen suatu saat ke aceh..mo nikmati kopi-nya..sama ayam tangkap..
salam sukses ya..