Wednesday, October 15, 2008

Sang Patih di Negeri Humam


Kisah di sebuah Negeri yang (tak) adil

Singkat cerita, si kepala desa akhirnya menjadi patih. Senanglah keluarga sang patih. Jerih payah dan duka luka yang telah mereka jalani selama ini terbayar sudah. Sulit dibayangkan tugas si kepala desa ini dahulu kala. Ia sering dipindahtugaskan dan herannya sering pula harus menjadi kepala desa di negeri yang kering kerontang. Tak dianggap oleh kepala desa-kepala desa yang lain justru karena kebaikan yang ia miliki. Istrinya bahkan pernah menjual beberapa harta benda yang mereka miliki tanpa sepengetahuan si kepala desa untuk kelangsungan hidup mereka. Betapa Tuhan Maha Adil dan betapa Tuhan Maha Melihat bagi si kepala desa yang telah menjadi patih ini.

Cerita selengkapnya:
Di negeri Humam, seorang pangeran yang menggantikan pangeran sebelumnya berusaha memerintah dengan adil. Dengan tangan dinginnya ia dibantu patih-patih terbaik di negerinya untuk membantunya mengatur dan memerintah negerinya. Sang pangeran masih muda, belum terlalu tua. Pangeran muda yang bersemangat dan senang bekerja. Selain itu, ia juga bisa membina hubungan baik dengan negeri-negeri lain yang jauh dari negerinya. Sang raja, ayahanda sang pangeran senang melihat hasil kerja anandanya ini.

Entah pada bulan ke berapa sang pangeran muda memerintah, salah satu patih terbaiknya dipanggil Yang Kuasa. Tak lama berduka, ia segera mencari calon patih yang dapat menggantikan patih yang telah mangkat itu. Sebelumnya ia telah banyak mendengar tentang nama seorang kepala desa dari desa baya yang pintar dan baik budinya. Ia pun mencoba mengenal si kepala desa yang sederhana itu. Ternyata benar adanya bahwa si kepala desa adalah orang yang rajin dan tidak pernah melakukan sesuatu pun yang merugikan negerinya.

Singkat cerita, si kepala desa akhirnya menjadi patih. Senanglah keluarga sang patih. Jerih payah dan duka luka yang telah mereka jalani selama ini terbayar sudah. Sulit dibayangkan tugas si kepala desa ini dahulu kala. Ia sering dipindahtugaskan dan herannya sering pula harus menjadi kepala desa di negeri yang kering kerontang. Tak dianggap oleh kepala desa-kepala desa yang lain justru karena kebaikan yang ia miliki. Istrinya bahkan pernah menjual beberapa harta benda yang mereka miliki tanpa sepengetahuan si kepala desa untuk kelangsungan hidup mereka. Betapa Tuhan Maha Adil dan betapa Tuhan Maha Melihat bagi si kepala desa yang telah menjadi patih ini. Begitu pula bagi keluarganya.

Kepercayaan sang pangeran padanya betul-betul dijaganya. Sang patih baru ini tampak sangat bersemangat jikalau sang pangeran membutuhkan tenaga dan pendapatnya. Ada kalanya ia merasa sulit menjalankan tugasnya. Tapi jika melihat kembali penghargaan dan pengakuan yang didapatkannya ini, ia kembali merasa tertantang dan menggeloralah api semangatnya. Terkadang ia merasa lelah setelah seharian bertugas, namun ia tetap dengan senang hati bercerita pada istri dan kedua anaknya yang beranjak dewasa tentang tugas-tugas beratnya. Suatu tugas yang amat ia banggakan dan amat sangat ia syukuri. Tak pernah ia bersikap tinggi hati. Sang patih dikenal sangat loyal dan murah hati pada pembantu-pembantu serta rakyatnya. Pernah suatu ketika, datanglah salah seorang rakyatnya kepadanya. Meminta sang patih untuk menerima anaknya sebagai pegawai istana. Dengan sejumlah harta ia merayu sang patih. Sang patih kesal pada sikap seorang rakyatnya tersebut. Tak digubrislah si rakyat ini sampai ia malu sendiri dan tak pernah datang dan merayu lagi.

Suatu hari terjadi sesuatu di negeri Humam, sang raja kecewa terhadap pemberitaan tentang sang pangeran muda. Beredar cerita ia tidak cukup adil dan tidak jujur terhadap rakyat dan sang raja. Sang raja kesal padanya dan akhirnya sang pangeran turun dari tahtanya. Pangeran lain pun ditunjuk menggantikannya. Pangeran yang lebih tua dan dianggap lebih berpengalaman. Sang patih yang mendengar hal ini tak dapat berbuat apa-apa. Harapannya ia tetap dapat bertugas dengan baik bersama dengan sang pangeran tua nan berpengalaman ini.

Pangeran tua bertutur kata halus. Meskipun tidak lagi memiliki semangat yang sama seperti sang pangeran muda dahulu. Sang patih pun mencoba menyesuaikan diri dengan gaya kepemimpinan pangeran tua. Tak mudah memang, tapi ia tetap berupaya menyelaraskan ritme kerjanya dengan sang pangeran tua. Tak jarang ia memberi bunga dan roti untuk pangeran tua ketika sedang berhari raya. Tak segan pula ia mengantar dan menjemput pangeran tua dari negeri antah berantah yang jauh di sana. Sang patih tampak tulus dan tidak bermaksud apa-apa dalam melakukannya. Ia hanya ingin menjaga hubungan barunya dengan pangeran tua yang ia hormati dan ia segani. Tak pernah berubah pula sikapnya terhadap pembantu-pembantu dan rakyatnya. Tak pernah sang patih menghitung apa yang telah ia berikan pada mereka. Yang ada di hatinya hanyalah memberi dan memberi.

Ternyata, buah tak didapat tetapi durilah yang diperoleh sang patih. Sang pangeran tua ternyata tidak menyukainya. Ia dianggap terlalu jujur, terlalu lurus, terlalu bersih, untuk seorang pejabat istana. Banyak cara dilakukan kepala desa-kepala desa lain untuk menyingkirkan sang patih dari posisi terhormatnya. Hampir dari mereka semua tak menyukai ketulusan dan kejujurannya. Pangeran tua ternyata punya rencana lain. Bersama dengan seorang kepala desa dari desa mitai yang disukainya, pangeran tua berusaha menyingkirkan sang patih.

Tak dapat dipungkiri kedekatan sang pangeran tua dengan si kepala desa dari desa mitai ini. Pernah pangeran tua ke negeri antah berantah bersama dengan si kepala desa dari desa mitai. Tak perlu dikhawatirkan biaya hidup di sana, karena si kepala desa rela mengeluarkan harta warisannya untuk menyenangkan hati pangeran tua. Putri dari pangeran tua pun dimanjakan si kepala desa ini. Harapan si kepala desa ia dapat mencapai posisi penting di istana. Ia tidak mau menjadi kepala desa lagi. Tak cukup baginya dihormati sebagai seorang kepala desa. Ia ingin harta berlimpah, kehormatan tak terbatas untuk dirinya dan keluarganya. Meski harus menyingkirkan teman seperjuangannya yaitu sang patih yang jujur dan adil itu, tak pedulilah si kepala desa mitai padanya.

Demikianlah kisah sang patih di negeri Humam. Sang patih disingkirkan. Meski kesedihan baru dialami sang patih karena istrinya yang sakit keras, ibunya yang juga sakit dan bahkan tak lama lagi hidupnya. Ia tetap disingkirkan, meskipun sang pangeran tua mengetahui keadaan dan kepedihannya. Ternyata tua dan berpengalaman tak selalu menunjukkan bijak tidaknya seseorang. Sang patih yang tersingkir diberi suatu posisi di istana, tapi yang tak lagi dipandang hormat, yang tak lagi dipuja-puja. Seperti seorang manusia yang dipatahkan kakinya. Tak mampu berjalan, tak mampu berbicara. Bagai kuda terbaik yang dimasukkan dalam kandang kotor dan sempit. Ya, tempat sang patih itu sekarang adalah tetap di istana, tetapi di ruang yang amat sangat kecil hingga hampir tak bisa bernapas. Pedih pula hati keluarganya. Istri dan anak-anaknya berduka melihat keadaan sang patih yang disingkirkan. Tak mampu berbuat apa-apa. Tak terima dengan keputusan sang pangeran tua. Tak terima pula dengan jalan yang diberikan Tuhan kepadanya. Tapi tetap tak dapat melakukan apa-apa, hanya terluka dalam diam. Semangatnya yang dulu berapi-api kini telah surut. Bertanya dalam kebekuan, orang seperti apakah yang dibutuhkan oleh negerinya?

-dunia ini (tak) adil?-


No comments: